Pages

Friday, April 13, 2012

Manusia sebagai makhluk budaya



Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin: 4
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik; badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa yang dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan binatang.
Manusia juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu”  (Sansekerta), “mens”  (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan dan membutuhkan keberadaan lingkungan tersebut. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan.
Manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
·       Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
·       Lingkungan manusia yang berfungsi sebagai sumber daya manusia
·       Lingkungan buatan yang berfungsi sebagai sumber daya buatan


Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak kata budhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture, dalam bahasa Belanda diistilahakan dengan kata cultur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli:
1.    E.B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemapuan yang lain serta kebiadaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.    R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3.    Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4.    Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5.    Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.


J.J. Honigman dalam bukunya The World of Man (1959) membagi budaya  dalam tiga wujud, yaitu: ideas, activities, dan artifact. Sejalan dengan pikiran tersebut, Koentjoroningrat mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud , yaitu:
1.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nila-nilai, norma-norma, dan peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan, dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini dapat disebut adat atau adat istiadat, yang sekarang banyak disimpan dalam arsip, tape, dan komputer. Kesimpulannya, budaya ideal ini adalah merupakan perwujudan dan merupakan kebudayaan yang bersifat abstrak.
2.    Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyarakat.
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, dofoto, dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat.
3.    Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud yang terakhir ini disebut juga kebudayaan fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil. Contohnya: Candi Borobudur (besar), kain batik, dan kancing baju (kecil), teknik bangunan misalnya, cara pembuatan tembok dengan fondasi rumah yang berbeda tergantung pada kondis. Kesimpulannya, kebudayaan fisik ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret, dalam bentuk materi/artefak.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas:perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.


c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan, kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat transportasi.

Substansi (isi) utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.
1.    Sistem Pengetahuan
Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami:
a.     Alam sekitar;
b.    Alam flora di daerah tempat tinggal;
c.     Alam fauna di daerah tempat tinggal;
d.    Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya;
e.     Tubuh manusia;
f.      Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia;
g.     ruang dan waktu
Untuk memperoleh pengetahuan tersebut di atas manusia melakuka tiga cara, yaitu:
a.     Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka pikir individu untuk bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.
b.    Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal/resmi (di sekolah) maupun dari pendidikan non-formal (tidak resmi), seperti kursus-kursus, penataran-penataran, dan ceramah.
c.     Melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai komunikasi simboliks.
2.    Nilai
Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
·       Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
·       Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
·       Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
3.    Pandangan Hidup
Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya. Di dalamnya terkandung konsep nilai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu masyarakat. Oleh karena itu, pandangan hidup merupakan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dengan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok, atau bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
4.    Kepercayaan
Pada dasarnya, manusai memiliki naluri untuk menghambakan diri kepada yang Maha Tinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan lingkungannya, yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai akibat atau refleksi ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup dan hanya yang Maha Tinggi saja yang mampu memberikan kekuatan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidp dan kehidupan.
5.    Persepsi
Persepsi atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan  untuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan. Persepsi terdiri atas: 1) persepsi sensorik, yaitu persepsi yang terjadi tanpa menggunakan salah satu indra manusia; 2) persepsi telepati, yaitu kemampuan pengetahuan kegiatan mental individu; 3) persepsi clairvoyance, yaitu kemampuan melihat peristiwa atau kejadian di tempat lain, jauh dari tempat orang yang bersangkutan.
6.    Etos Kebudayaan
Etos atau jiwa kebudayaan (dalam antropolog) berasal dari bahasa Inggris berarti watak khas. Etos sering tampak pada gaya perilaku warga misalnya, kegemaran-kegemaran warga masyarakatnya, serta berbagai benda budaya hasil karya mereka, dilihat dari luar oleh orang asing. Contohnya, kebudayaan Batak dilihat oleh orang Jawa, sebagai orang yang agresif, kasar, kurang sopan,  tegas, konsekuaen, dan berbicara apa adanya. Sebaliknya, kebudayaan Jawa dilihat oleh orang batak, bahwa orang Jawa memancarkan keselarasan, kesuraman, ketenangan yang berlebihan, lamban, tingkah laku yang sukar ditebak, gagasan yang berbelit-belit, feodal, serta diskriminasi terhadap lingkungan sosial.

B.5.       Sifat-Sifat Budaya
Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu tidak sama, seperti di indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku yang berbeda, tetapi sifat kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang unik. Sifat tersebut bukan diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. di mana sifat-sifat budaya itu akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkungan alam, atau pendidikan, yaitu sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya di mana pun.
Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain:
1.    Budaya terwujud dan tersalurkan dari prilaku manusia.
2.    Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3.    Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.
4.    Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, tindakan-tindakan yang diizinkan.

B.6.       Manusia Sebagai Pencipta dan Pengguna Kebudayaan
Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka bumi. Dengan akal dan pikirannya itulah manusia mampu menciptakan kebudayaan.
Kebudayaan mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Bermacam-macam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggotanya, seperti kekuatan alam, maupun kekuatan lain yang tidak selalu baik. Karena, manusia memerlukan kepuasan baik di bidang spiritual maupun material. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Hasil karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan memiliki peran sebagai :
1.    Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya.
2.    Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan-kemampuan lain.
3.    Sebagai pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia.
4.    Pembeda manusia dan binatang.
5.    Petunjuk-petunjuk tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku di dalam pergaulan.
6.    Pengaturan agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jika berhubungan dengan orang lain.
7.    Sebagai modal dasar pembangunan.
Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung pada kebudayaan sebagai hasil ciptaannya. Kebudayaan juga memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya.
Kebudayaan masyarakat tersebut sebgaian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan di dalammnya.
Dalam tindakan untuk melindungi diri dari lingkungan alam, pada taraf permulaan manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk melindungi dirinya. Keadaan yang berbeda pada masyarakat yang telah kompleks, dimana taraf kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya tersebut yaitu teknologi yang memberikan kemungkinan yang luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan menguasai alam.

B.7.       Pengaruh Budaya Terhadap Lingkungan
Budaya yang dikembangkan  oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar, artinya orang asing. Dengan menganalisis pengaruh akibat  budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengetahui mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan yang lainnya dan menghasilkan kebudayaan yang berbeda pula. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kebudayaan yang berlaku dan dikembangkan dalam lingkungan tertentu berimplikasi terhadap pola tata laku, norma, nilai dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi cirri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang terpenting, karena sebagaimana Syauqi Bey katakan:
إنّما الأمم الأخلاق مابقيت فإنهمو ذهبت أخلاقهم ذهبوا
Artinya: “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”.
Akhlak dalam syair di atas, menjadi penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.

identitas nasional dan unsur-unsurnya



Identitas Nasional adalah ciri, tanda,  jati diri, sifat khas yang melekat pada suatu kelompok masyarakat, bangsa, atau negara yang membedakannya dengan kelompok lainya, yang kemudian melahirkan tindakan secara kolektif dan diikat oleh kesamaan-kesamaan baik fisik, seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional
              
                  1.   Suku Bangsa
Suku Bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Identitas nasioanal dalam aspek suku bangsa adalah adanya suku bangsa yang majemuk. Di Indonesia, majemuk atau aneka ragamnya suku bangsa dimaksud terlihat dari jumlah suku bangsa lebih kurang 300 suku bangsa dan dialek yang berbeda. Populasinya menurut BPS adalah berjumlah 210 juta jiwa. Dari jumlah tersebut diperkirakan separuhnya atau 50% adalah suku bangsa etnis Jawa. Sisanya adalah suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia di luar Jawa seperti suku Makasar-Bugis (3,68%), Batak (2,04%), Bali (1,88%), Aceh (1,4%) dan suku-suku lainnya. Sedangkan suku bangsa atau etnis Tionghoa hanya berjumlah 2,8% menyebar ke seluruh wilayah Indonesia dan mayoritas mereka bermukim di perkotaan. Setiap suku mempunyai adat istiadat, tata kelakuan, dan norma yang berbeda, namun demikian beragam suku ini mampu mengintegrasi dalam suatu negara Indonesia untuk mencapai tujuan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.

                  2.   Agama
Identitas nasional dalam aspek agama adalah masyarakat agamis dan memiliki hubungan antarumat seagama dan antar umat beragama yang rukun. Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Di samping itu, menurut UU no. 16/1969, negara Indonesia mengakui multiagama yang dianut oleh bangsanya, yaitu Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia. Indonesia merupakan negara multiagama, karena itu Indonesia dikatakan negara yang rawan akan integrasi bangsa. Untuk itu menurut Magnis Suseno, salah satu jalan untuk mengurangi resiko konflik antaragama, perlu diciptakan tradisi saling menghormati antar umat agama yang ada. Menghormati berarti mengakui secara positif dalam agama dan kepercayaan orang lain juga mampu belajar satu sama lain.)

                 3.   Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Kebudayaan menurut ilmu sosiologi termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan adat istiadat. Kebudayaan sebagai parameter identitas nasional bukanlah sesuatu yang bersifat individual, tetapi harus milik bersama dalam suatu kelompok, artinya para warganya memiliki bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang didapat dan dikembangkan melalui proses belajar. Hal-hal yang dimiliki bersama ini harus menjadi sesuatu yang khas dan unik, yang akan ttap memperlihatkan diri di antara berbagai kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sangat variatif.
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional adalah meliputi tiga unsur, yaitu: akal budi, peradaban (civity), dan pengetahuan (knowledge)
1)  Akal Budi
Akal budi adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dalam interaksinya antar sesam (horizontal) maupun antar pimpinan dengan staf, anak dengan orang tua (vertikal), atau sebaliknya. Bentuk sikap dan perilaku sebagaimana yang tersebut di atas adalah hormat-menghormati antar sesama, soapan santun dan tutur kata, dan hormat kepada orang tua.
2)  Peradaban (civity)
Perababan yang menjadi identitas nasional dapat dilihat dari beberapa aspek yang meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan hankam.
3)  Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan bagian dari kebudayaan yang berisikan hal-hal yang telah diketahui manusia, yang diperoleh manusia dari rasa keingintahuan.

                  4.   Bahasa
Bahasa adalah identitas nasional yang bersumber dari salah satu lambang suatu negara. Bahasa adalah merupakan satu keistimewaan manusia khususnya, dalam kaitannya  dengan hidup bersama dalam msyarakat. Karena dengan bahasa membuat kita dapat berkomunikasi satu sama lain. Bahasa manusia memiliki simbol yang menjadikan suatu perkataan mampu melambangkan arti apa pun, sekalipun hal atau barang yang dilambangkan artinya oleh suatu kata tidak hadir di situ. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis, namun bahasa melayu dikenal sebagai bahasa penghubung berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa komunikasi di antara suku-suku nusantara, bahasa Melayu juga menempati posisi bahasa transaksi perdagangan Internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan pedagang asing. Pada tahun 1928 Bahasa Melayu mengalami perkembangan sangat pesat. Pada tahun tersebut Bahasa Melayu ditetapkan menjadi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia. Setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Di Indonesia, bahasa adalah salah satu atribut bangsa selain sebagai identitas nasional.

pengertian konstitusi , tujuan konstitusi , pentingnya konstitusi , konstitusi demokratis




Konstitusi memiliki istilah lain “constitution”, “vervasung” atau “constitute”. Sementara undang-undang dasar (UUD) memiliki istilah lain Grondwet atau Gungesets. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, konstitusi terbiasa diterjemahkan sebagai undang-undang dasar. Padhal menurut pendapat sarjana /ahli pengertian konstitusi lebih luas dari pada pengertian UUD. Pengertian konstitusi mencakup keseluruhan peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur dan mengikat Cara-cara suatu pemerintah Negara diselenggarakan. Adapun UUD adalah naskah tertulis yang merupakan undang-undang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara. Isi UUD merupakan peraturan yang bersifat fundamental, yaitu bersifat pokok, dasar dan asas-asas. Penjabaran dan pelaksanaan dari aturan-aturan pokok (isi UUD) diserahkan (diatur) kepada peraturan yang lebih rendah dari pada  UUD.
Istilah konstitusi mempunyai tiga pengertian, yaitu konstitusi dalam arti luas, arti tengah, dan konstitusi dalam arti sempit. Berikut dijelaskan satu per satu mengenai pengertian konstitusi tersebut.
a.     Pengertian konstitusi dalam arti luas
Istilah constitutional law dalam bahasa inggris berarti hukum tata negara.Konstitusi yang berarti hokum tata Negara adalah  keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan system ketatanegaraan suatu Negara.
b.    Pengertian konstitusi dalam arti tengah
Konstitusi berarti hukum dasar, yaitu keseluruhan aturan dasar, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan suatu Negara. Dalam bahasa Belanda, constitutie berarti hukum dasar yang terdiri atas grondwet (grond= dasar,  wet= undang-undang) atau UUD dan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan.
c.     Pengertian konstitusi dalam arti sempit
Konstitusi yang berarti undang-undang dasar adalah satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok atau dasar dari ketatanegaraan suatu bangsa atau Negara. Konstitusi berarti undang-undang dasar contohnya adalah The Constitution of The United States of America, berarti undang-undang dasar Amerika.
Menurut pendapat Prof. Mriam Budiardjo, Penyusun UUD 1945 (BPUPKI) menganut pikiran membedakan antara konstitusi dan undang-undang dasar, sebab dalam penjelasan UUD1945 dikatakan, “Undang-undang dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukum dasarnya Negara itu. Undang-undang dasar ialah hokum dasar yang tertulis, sedang disamping undang-undang dasar iti berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis. Ialah aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negar, meskipun tidak tertulis”.

Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat(kontrak sosial), artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahanyang akan mengatur mereka.Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga negara sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajibanwarga negara dan alat-alat pemerintahannya.
Loewenstein  mengatakan bahwa konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Sementara menurut Bagir Manan, hakikatdari dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitunalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak lain.
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. oleh karena itu, tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

·       Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik. 
·       Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa itu sendiri.
·       Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagipara penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
·       Konstitusi bertujuan melindungi hak asasi manusia (HAM).
·       Konstitusi merupakan pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman Negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.



Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara merupakan sesuatu hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abadke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak terpisahkan. Konstitusi atau Undang-undang Dasar merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa hakikat konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satupihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instrumen untuk membatasi kekuasaan dalam suatu Negara.
Miriam Budiardjo mengatakan:“Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasikonstitusional, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas,yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehinggapenyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengandemikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.”(Budiardjo, 1978: 96).
Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke dalam 2 (dua) bagian, yakni membagi kekuasaan dalam negara, dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagai di antara beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagaialat untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup, dan hak kebebasan.Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struycken dalam bukunya “Het Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander ” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan: 

·     Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau. 
·      Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.  
·     Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik   untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan dating.

 Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin. Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang tersebut, menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara. Dan pada prinsipnya, semua agenda penting kenegaraan serta prinsip-prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah tercover  dalamkonstitusi (Thaib, 2001: 65).
Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam sebuah negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengn adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga negara, sehingga tidak terjadi penindasan dan perlakuansewenang-wenang dari pemerintah.


Sebagaimana dijelaskan di awal, bahwa konstitusi merupakan aturan-aturandasar yang dibentuk untuk mengatur dasar hubungan kerjasama antara negaradan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.Sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam berbangsa dan bernegara
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara:

1.   Menempatkan warga Negara sebagai sumber utama kedaulatan.
2.   Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
3.   Pembatasan pemerintahan.
4.   Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara yang meliputi.
a.     Pemisahan wewenang kekuasaan.
b.    Kontrol dan keseimbangan lembaga – lembaga pemerintahan.
c.      Proses hokum.
d.    Adanya pemilihan umum sebagai mekanisme peralihan   kekuasaaan.